Batik Tulis Pamekasan Berkibar dari Desa Klampar

Oleh Abdul Aziz

Sambil bersandar ke tiang bale-bale yang ada di halaman rumahnya, Indah (24) warga Kampung Banyumas, Desa Klampar, Kecamatan Proppo, Pamekasan, Madura ini dengan tekun menuliskan “mangkrengan” sebuah alat tulis dalam membatik ke sebuah kain putih.

Perempuan lulusan Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan ini sudah menjadikan batik nafkah hidup sehari-hari. “Sudah sejak kelas 3 SD saya sudah belajar membatik. Jadi meski sudah sarjana seperti ini kegiatan membatik tetap saya lakukan,” tuturnya.

Pemilik nama lengkap Indah Ainiyah ini hanyalah satu dari 690 perempuan di Desa Kamplar yang kesehariannya memang membatik, guna memenuhi pesanan pembeli yang datang dari berbagai daerah ke desa yang berjarak sekitar 10 kilometer dari kota Pamekasan.

Keluarga Indah, memang boleh disebut sebagai keluarga pembatik. Sebab yang memiliki keterampilan semacam itu di dalam keluarga ini bukan hanya perempuan, akan tetapi kakaknya, Ahmadi juga tidak kalah pintar dalam membatik.

“Saya justru lebih banyak belajar dari kakak dibanding ibu saya,” kata sambil memperbaiki kompor kecil di sampingnya yang kesangkut kain yang dibatiknya.

Keahlian membatik yang dimiliki seisi rumah tangga keluarga yang memiliki lembaga pendidikan pesantren inilah, yang mendorong mereka untuk melakukan kegiatan yang lebih luas. Baik dalam bidang usaha perdagangan maupun dalam bidang pendidikan.

“Saya lalu berpikir, hanya dengan kegiatan membatik tidak cukup. Akan tetapi harus melakukan kegiatan lain yang bisa bermanfaat bagi masyarakat dan masa depan mereka,” terang kakaknya, Ahmadi.

Akhirnya, sambung Ahmadi, dirinya bersama keluarga lainnya dan masyarakat sekitar mendirikan lembaga pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) khusus jurusan busana yang di dalamnya diisi keterampilan membatik.

Upaya keluarga Ahmadi membumikan batik tulis bukan hanya berhenti dengan mendirikan sebuah lembaga pendidikan dan menjadi guru keterampilan di berbagai lembaga pendidikan negeri di Pamekasan. Akan tetapi, ia juga lakukan kepada para narapidana di lembaga pemasyarakat.

“Batik ini kan seni, jadi siapa saja pasti bisa kalau memang mau belajar. Termasuk narapidana itu,” katanya tegas.

Hasilnya memang cukup membanggakan. Pemasok batik dari penjara ke sejumlah pasar batik di Pamekasan tidak sedikit, yakni bisa mencapai 16 hingga 20 lembar dalam sepekan dengan jumlah perajin sebanyak 18 orang.

“Kalau dari kami selain mereka itu mengerti seni, harapannya ketika keluar dari penjara nanti mereka memiliki pekerjaan,” kata Kasi Pembinaan Lapas Pamekasan, Syaiful.

Menurut dia, ketempilan membatik di Lapas Kepala IIA Pamekasan tersebut memang hanya merupakan satu dari berbagai jenis keterampilan yang ada di lembaga tersebut. Jenis keterampilan lainnya, seperi berkebun, membuat sepatu, menjahit, membuat suvenir, seperti celurit hiasan, udeng, pakaian khas Madura dan pande besi.

Selain mengajari mereka keterampilan membatik, juga teknik pemasaran. Khusus pembatik pemula, motif yang diajarkan biasanya yang sangat mudah. Seperti , motif “bingtabing”, “karmangkok” dan “karpote”. Ketiga jenis motif ini mudah dipelajari.

Kota Batik

Seolah gayung bersambut, upaya membumikan batik tulis warga Desa Klampar ini, ternyata seirama dengan keinginan pemerintah kabupaten dalam mengembangkan dan melestarikan batik tulis di kabupaten yang mencanangkan Gerakan Pembangunan Islami (Gerbang Salam) ini.

Pada 24 Juli 2009 lalu, Pemkab Pamekasan membuat terobosan dengan mencanangkan kota tersebut sebagai kota batik yang ditandai dengan kegiatan “Pamekasan Membatik” yang digelar di sekitar monumen Arek Lancor.

Kegiatan membatik yang masuk dalam catatan Museum Rekor Dunia-Indonesia (MURI) tersebut diikuti 600 pembatik, dengan panjang kain yang dibatik 1.530 meter, angka sesuai dengan hari jadi Kabupaten Pamekasan.

“Kegiatan membatik massal ini sebagai simbol bahwa Kabupaten Pamekasan merupakan Kota Batik, serta sebagai upaya promosi dan melestarikan batik tulis Pamekasam,” kata Wakil Bupati Pamekasan, Kadarisman Sastrodiwirdjo.

Menurut Wabup, promosi Batik Pamekasan ke luar daerah memang terkesan kurang, sehingga masih banyak warga di luar Pamekasan yang belum mengetahui tentang kondisi batik yang ada di wilayah tersebut.

Pedagang memang ada sebagian yang mampu menembus pasar hingga Jawa Tengah dan Jawa Barat. Akan tetapi belum cukup berpengaruh terhadap omzet penjualan.

“Makanya dengan adanya pengakuan UNESCO ini, nantinya batik Madura ini akan lebih terkenal sebagai bagian dari berbagai jenis batik yang ada di Indonesia,” katanya. Ia juga menyatakan mendukung dengan adanya usulan bahwa pada tanggal 2 Oktober itu dijadikan sebagai “Hari Batik Nasional”.

“Saya sangat mendukung usulan penetapan Hari Batik Nasional, utamanya Pamekasan yang telah mendeklarasikan sebagai Kabupaten Batik Madura,” ujar Wabup Kadarisman.

Tentunya, sambung Kadarisman, pengakuan batik sebagai warisan pusaka budaya dunia ini juga perlu dukungan dengan melakukan kampanye nasional pada hari tersebut. Ia mencontohkan, pada hari tersebut rakyat Indonesia memakai batik dan sejenisnya, seperti tenun ikat.

Media massa juga perlu menggelar acara yang berkaitan dengan batik, baik dari segi pakaian ataupun peliputannya. “Surat kabar pada hari itu juga perlu memuat artikel tentang batik, termasuk kalangan seniman juga itu perlu melakukan ’show’ tentang batik,” katanya.

Ketua sementara DPRD Kabupaten Pamekasan, Iskandar menyatakan, ke depan pemerintah perlu memberikan pembinaan khusus kepada para perajin batik, terutama yang telah banyak memberikan kontribusi dalam mengurangi pengangguran dan ikut melestarikan batik tulis Pamekasan.

“Di satu sisi, pemerintah juga perlu melakukan terobosan dengan mematenkan motif batik yang ada di masing-masing daerah, terlebih khusus lagi motif batik yang ada di Pamekasan ini,” katanya.

Sebab, meski di Pamekasan telah menyatakan diri sebagai kota batik, sampai saat ini tak satupun jenis motif batik yang sudah dipatenkan.

“Saya sepakat kalau di Desa Klampar itu memang dijadikan kawasan khusus perajin batik tulis dan mendapat pembinaan secara serius dari pihak-pihak terkait, karena dari sanalah batik tulis Pamekasan ini berkibar,” pungkasnya. (kompas.com)

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s