Cita-Cita Ainul Yaqin Terkubur di Kampus Pelayaran

Bangkalan – Pihak keluarga siswa pada Balai Pendidikan dan Pelatihan Ilmu Pelayaran (BP2IP) Surabaya asal Bangkalan, Madura, yang meninggal dunia dengan kondisi tidak wajar di kampusnya, Minggu (30/9) menuntut keadilan.
 “Kami akan menuntut keadilan kepada BP2IP karena anak kami mati dengan kondisi tidak wajar,” kata orang tua korban, Achmad Djailani, Senin.
 Anaknya, Ainul Yaqin (19) pada Minggu (30/9) malam dipulangkan oleh BPIP Surabaya dalam keadaan tewas dengan kondisi tubuh lebam, rahangnya patah, serta mulutnya mengeluarkan darah.
 Sebelumnya, keluarga Achmad Djailani menerima informasi dari salah seorang siswa, teman Ainul di BP2IP Surabaya, bahwa anaknya kabur dari asrama kampus.
 Saat mendengar kabar itu, Djailani berserta saudaranya Irawati mendatangi kampus Ainul di Surabaya. Disana keduanya berupaya mencari informasi tentang keberadaan anaknya kepada teman-temannya.
 “Minggu (30/9) pagi kami datang ke kampusnya,” kata Irawati menuturkan.
 Akan tetapi, saat keduanya meminta izin petugas untuk masuk ke dalam kampus, mereka tidak diperkenankan masuk.
 Pada saat yang bersamaan, datang sejumlah petugas polisi ke dalam kampus dengan membawa galis polisi (police line).
 “Waktu itu, kami bertanya-tanya dalam hati, ada apa di dalam sana,” tutur Irawati.
 Ayahnya Achmad Djailani, tetapi berpikiran positif, bahwa kedatangan sejumlah petugas di kampus BP2IP itu, tidak berkaitan dengan anaknya. Achmad dan Ira, selanjutnya berupaya mencari informasi kepada warga yang tinggal di sekitar kampus, akan kemungkunan mereka melihat anaknya.
 Mereka berupaya mencari informasi hingga radius sekitar 1 kilometer dari lokasi kampus BP2IP.
 Namun, dari beberapa warga yang ditemui, tak satupun yang mengenal ataupun melihat Ainul Yaqin.
 Karena tidak menemui titik terang tentang keberadaan Ainul, Dailani dan Irawati akhirnya kembali ke kampung halamannya di Desa Jaddung, Kecamatan Traga, Bangkalan.
 “Minggu (30/9) malam, kami lalu menerima kabar, bahwa Ainul ditemukan dalam keadaan tewas dan jenazahnya akan diantar ke sini,” tuturnya dengan linangan air mata.
Keinginan sendiri
 Siswa malang Ainul Yaqin menuntut ilmu di BP2IP Surabaya atas keinginannya sendiri.
 Sejak kecil anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan suami istri Achmad Djailani (45) dan Muslimah (40) itu, memang bercita-cita ingin bekerja di pelayaran.
 Upaya masuk ke balai pendidikan dibawah naungan Badan Diklat Kementerian Perhubungan, bagi anak desa ini, tidaknya mudah. Dua kali ini mendaftar untuk ikut pelatihan dan pendidikan di lembaga itu, namun selama itu pula ia gagal.
 Namun, kegagalan demi kegagalan itu, tidak membuat Ainul Yaqin patah semangat. Buktinya pada pembukaan pendaftaran pelatihan ketiga berikutnya ia kembali mendafdar dan diterima.
 “Betapa bahagiaanya ia saat melihat pengumuman, namanya masuk dalam deretan daftar siswa yang diterima mengikuti pendidikan disana,” kenang ayahnya Achmad Djailani.
 Awalnya, Djailani sendiri sempat melarang Ainul Yaqin untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan ilmu pelayaran di BP2IP Surabaya. Kondisi ekonomi yang serba pas-pasan, apalagi ia hanya sebagai penjual cincau di pasar, seolah menjadi tembok penghalang untuk masuk ke sekolah ilmu pelayaran.
 Namun, cita-cita membaja Ainul Yaqin rupanya tidak terhalang oleh faktor ekonomi keluarga. Semangat untuk menjadi kebangkaan kedua orang tuanya, menjadi pelayar handal mengalahkan segalanya.
 Pada suatu ketika, saat Djailani mengeluh tentang kondisi ekonomi keluarga agar anaknya Ainul tidak melanjutkan masuk BP2IP, korban malah mengaku optimis bahwa pasti ada jalan untuk menuju kebaikan.
 “Allah pasti akan memberi kemudahan rizki bagi orang yang akan menuntut ilmu. Begitu kata Ainul ketika itu,” tutur Djailani dengan linangan air mata.
 Korban Ainul Yaqin sendiri, baru sembilan hari masuk BP2IP di Surabaya, setelah sebelumnya pihak kampus mengumumkan dirinya diterima sebagai siswa di lembaga itu.
 Kini harapan anak Desa Jaddung, Kecamatan Traga, Bangkalan untuk menjadi pelayar handal menjadi kebanggaan kedua orang tuanya itu, Senin (1/10) telah terkubur, meninggalkan sejuta kenangan memilukan di mata keluarga dan kerabat dekatnya.
 Isak tangis keluar dan linangan air mata mengantar kepergian, jenazah Ainul ke tempat pemakaman umum (TPU) di Desa Jaddung. Ibunya, Muslimah, beberapa kali pingsang, karena tak kuat menahan sedih atas meninggalnya putra kesayangannya.
 “Ainul Yaqin anak yang baik dan tidak pernah membantah kata-kata orang tuanya. Kalau libur sekolah dulu, ia selalu membantu ayahnya jualan cincau,” kata Kepala Desa Jaddung, Munaksun.
 Sebagai kepala desa, ia juga merasa bertanggung jawab untuk membantu mengusut kasus kematian Ainul Yaqin yang terkesan mencurigakan itu. Apalagi saat jenazahnya diantar ke rumah duka, tak seorangpun dari perwakilan kampus dalam ke rumah duga untuk menjelaskan secara detail tentang penyebab kematian korban.
 Ainul Yaqin dikabarkan ditemukan tewas di kolam asrama kampus BP2IP pada Minggu (30/9) sekitar pukul 17.00 WIB sore dan diantar ke rumah duka pada Senin (1/10) sekitar pukul 02.00 WIB dini hari dengan mobil ambulance. 
 BP2IP sendiri merupakan lembaga pelatihan dan diklat dibawah naungan Kementerian Perhubungan yang dibentuk untuk menyiapkan tenaga-tenaga pelaut tingkat dasar yang handal.
 Ada dua program diklat yang ditawarkan adalah Pendidikan Pelayaran Tingkat dasar dengan jurusan, nautika dan teknitika. Program tersebut diperuntukkan bagi para lulusan minimal SLTP atau sederajat. 
 Nama BP2IP sesuai dengan Keputusan Menteri No: 78 Tahun 2002 dengan tingkat Eselon 3B dan setahun kemudian yaitu pada tahun 2003, meningkat menjadi Eselon 3A. Sejak Tahun berdirinya (1982) s/d tahun 2009, BP2IP telah mengalamai 9 kali pergantian Pimpinan.

2 pemikiran pada “Cita-Cita Ainul Yaqin Terkubur di Kampus Pelayaran

Tinggalkan komentar