Pesta demokrasi di kabupaten Pamekasan sebentar lagi akan digelar. Hiruk pikuk beragam kegiatan sebagai persiapan untuk memilih pemimpin setiap lima tahun sekali itu, mulai terlihat dengan banyaknya gambar, poster dan spanduk yang dipajang di sejumlah sudut kota di kota ini.
Baliho berukuran besar, terpajang di hampir semua tempat strategis. Pinggir jalan raya yang menjadi akses jalur lalu lintas ramai pengendara, seperti di Jalan Raya Panglegur, Jalan Raya Pamekasan-Sumenep, hingga jalan masuk kota di Jalan Raya Tlanakan sejak tiga bulan terakhir ini nyaris tidak sepi dari pemajangan gambar.
Memang tidak ada tulisan yang jelas bahwa gambar-gambar yang terpajang itu menunjukkan bahwa yang bersangkutan akan maju sebagai bakal calon Bupati periode 2013-2018.
Namun asumsi publik sudah mengarahkan bahwa setiap orang yang memajang gambar adalah bertujuan untuk dikenal masyarakat. Persepsi juga akan mengarahkan sang pemasang gambar kemungkinan kuat akan mencalonkan sebagai bupati Pamekasan pada ajang pemilihan kepala daerah yang akan digelar pada tanggal 9 Januari 2013.
Gambar Achmad Syafii sejak beberapa bulan lalu cukup dominan menghiasi sejumlah tempat umum di sepanjang pinggir jalan raya di Pamekasan. Baik di perkotaan maupun di perdesaan.
Dalam berbagai kesempatan serta berdasarkan pernyataan yang dipublikasikan sejumlah media lokal, regional dan nasional, mantan Bupati Pamekasan periode 2003-2008 ini memang telah menyatakan akan maju pada pilkada Pamekasan untuk merebut kursi bupati periode 2013-2018.
Konon, Syafii telah mendapatkan “restu” dari partainya untuk kembali maju pada pilkada Pamekasan. Pertimbangan mendasar kader Partai Demokrat ini karena keinginan kuat yang disampaikan masyarakat.
Gerakan mendukung anggota DPR RI dari daerah pemilihan (dapil) XI Madura ini, konon murni merupakan keinginan sebagian besar masyarakat Pamekasan.
“Jadi gerakan masyarakat yang menginginkan saya maju sebagai calon bupati Pamekasan ini murni merupakan aspirasi dari bawah,” demikian kata alumni pondok pesantren Al-Mujtamak, Plakpak, Pamekasan ini, seperti yang dilangsir sejumlah media belum lama ini.
Sejak menegaskan akan maju pada pilkada, gerakan politik mulai dilakukan dengan mengintensifkan melakukan komunikasi politik dengan partai-partai lain, semisal Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Achmad Syafii sebenarnya bukanlah merupakan bakal calon tunggal yang sudah menyatakan secara tegas akan maju sebagai kandidat pada pilkada Pamekasan. Akan ada juga Kholilurrahman.
Bakal calon yang masih sebagai pejabat kini (incumbent) itu, jauh hari sebelum Syafii menyatakan, akan kembali maju memperebutkan kursi jabatan bupati Pamekasan, telah menegaskan, akan mencalonkan diri.
Beda gerakan
Berbeda dengan pola gerakan yang dilakukan Achmad Syafii, Kholilurrahman ini tidak terlihat terlalu agresif dalam hal pemasangan poster dan spanduk. Ketua Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini lebih memanfaatkan media pemerintahan, karena hingga memang masih menjabat sebagai bupati.
Dari sisi publikasi media massa, Kholil tentu lebih leluasa memperkenalkan diri kepada masyarakat dalam berbagai kesempatan, acara-acara kedinasan, serta tatap muka yang sering dilakukan kelompok masyarakat.
Rutinitas kegiatan dinas, memang terkesan semakin semarak mendekati pilkada. Koordinasi, dan realisasi penyediaan fasilitas yang berkaitan dengan masyarakat umum, seperti sarana dan prasarana jalan kian di tingkatkan.
Sebagai pribadi yang berlatar belakang tokoh agama, bakal calon Bupati Pamekasan asal Desa Panempan, memang memiliki lebih banyak kesempatan memanfaatkan fasilitas. Tidak saja pada tataran pemerintah, akan tetapi juga pada tatasan sosial.
Menjadi penceramah, pada setiap kegiatan yang akhir-akhir ini sering digelar di sejumlah lembaga pendidikan swasta, sebenarnya lebih efektif dari hanya sekedar memajang spanduk, poster dan baliho.
Belum lagi di tataran organisasi Nahdlatul Ulama (NU) dimana Kiai Pengasuh Pondok Pesantren Matsaratul Huda ini pernah menjabat sebagai ketua.
Meski tidak cukup untuk merepresentasikan suara mayoritas warga NU, akan tetapi, bagi kalangan kalangan nahdiyin, nama KH Kholilurrahman, dan perannya tentu tidak akan terlupakan begitu saja. Sehingga bagi warga organisasi keagamaan ini, nama Kholil akan cukup diingat, dibanding Syafii yang hanya berbasis santri murni.
Barangkali atas pertimbangan itulah, mantan anggota DPRD Jatim ini lebih memilih untuk tidak terlalu bersemangat menyebarkan poster, spanduk dan baliho tandingan, seperti yang dilakukan oleh bakal calon dari Partai Demokrat, Achmad Syafii.
“Saya ingin menciptakan proses demokratisasi di Pamekasan ini berlangsung dengan kondusif. Kalau nanti banyak baliho bertebaran, suasana politik bisa memanas,” kata Kholilurrahman.
Kebijakan yang dilakukan Kholilurrahman ini memang cukup beralasan. Pertama, Kholil sendiri memang telah memiliki media sosialisasi yang lebih luas dalam kapasitasnya sebagai Bupati Pamekasan saat ini.
Kedua, sebagai orang nomor satu di Pamekasan, ia tentu tidak ingin kondisi keamanan di Kabupaten Pamekasan lebih memanas, dengan adanya upaya mempengaruhi psikologi massa dengan cara kurang elegan, seperti berlomba memperbanyak poster. Toh, media sosialisasi yang tersedia bagi seorang bupati adalah sangat luas dan sudah tersedia dengan sendiri.
Fenomina Asmari
Upaya yang dilakukan bakal calon Bupati Pamekasan Kholilurrahman untuk tidak memasang poster tandingan dengan alasan menjadi suasana kondusif nampaknya memang cukup efektif, kendatipun tidak bisa sepenuhnya dinyatakan sukses.
Fenominya, munculnya baliho bergambar orang yang kurang sehat akal bernama Asmari, seolah mementahkan klaim bahwa suasana politik dalam proses demokratisasi di Kota Gerbang Salam ini telah berlangsung sesuai harapan pemangku kebijakan di pemerintahan Pamekasan.
Belum ada yang membeberkan secara terang-terangan, maksud dibalik pemasangan baliho bergambar orang kurang sehat akal asal wilayah utara Pamekasan ini. Namun asumsi yang berkembang, itu sebagai bentuk kampanye tak sehat atau black camping yang sengaja dilakukan oleh oknum warga yang tidak bertanggung jawab.
“Asmari, Akulah Yang Dirindukan”. Demikian salah satu tulisan spanduk yang tersebar luas di berbagai titik di hampir semua sudut-sudut kota di Pamekasan.
Tulisan yang terpajang di baliho Asmari ini, seolah menjadi jawaban atas baliho “Masyarakat Pamekasan Merindukan Achmad Syafii”. Entah benar atau tidak, yang jelas, munculnya baliho Asmari, seolah sebagai bentuk tandingan.
Kalangan akademisi dan pemerhati politik di Madura, menyayangkan adanya praktik politik yang terkesan kurang memberikan pendidikan politik yang mencerahkan pada masyarakat ini.
Politik irrasional bahkan terkesan sebagai bentuk pembodohan, sempat mengemuka dan menjadi pembicaraan hangat, akan siapa sebenarnya yang memasang baliho Asmari.
Yang jelas, baliho Asmari telah memberikan gambaran bahwa ada nuansa yang tidak sehat yang entah sengaja atau karena adanya unsur kelalaian dari pejabat pemerintah pemberi izin reklame yang kini tengah terjadi di Pamekasan pada proses demokratisasi pilkada Pamekasan 2013. (*)