Oleh Abd Aziz
Seperti biasanya, setiap pagi, semua anggota kepolisian menggelar apel pagi, guna memeriksa kelengkapan anggota, serta mendengarkan pengarahan dari pimpinan mereka, akan tugas yang harus mereka kerjakan sepanjang hari.
Bagi anggota kepolisian, apel merupakan keharusan disampang sebagai kegiatan rutin, karena disatu sisi, apel menjadi salah satu barometer disiplin anggota. Demikian juga di Mapolres Pamekasan.
Sebagaimana biasanya, Sabtu (4/10) pagi, ratusan anggota Polres Pamekasan dari berbagai satuan, seperti Reserse dan Kriminal, Samapta, Satuan Lalu Lintas dan Intelkam Polres, nampak mengikuti apel pagi di halaman mapolres di Jalan Stadion Pamekasan.
Tapi usai apel, suasana justru menjadi riuh. Beberapa anggota polres terlihat gusar dan berteriak-teriak, menyuarakan agar Wakapolres Pamekasan Kompol Hartono yang baru saja memimpin apel itu dituntut mundur dari jabatannya dan pindah dari Pamekasan.
Entah dari mana, secara tiba-tiba seorang anggota polisi membawa kambing ke halaman Mapolres Pamekasan, tempat mereka apel. “Kami bukan kambing yang bisa diseret-seret terus, kami adalah manusia,” teriak seorang anggota polisi, kata itu.
Aksi ratusan anggota Polres Pamekasan ini nampaknya dipicu oleh sikap Wakapolres Kompol Hartono yang memarahi mereka saat apel karena selama ini jarang melakukan pengungkapan kasus tindak pidana kriminal kasus pencurian bermotor.
Tidak hanya Wakapolres, Kabag Ops Kompol Slamet Readi dan Kabag Sumda Kompol Sugeng Susanto juga diprotes ratusan anggota Polres Pamekasan dan didesak pindah dari Mapolres Pamekasan dengan alasan yang sama.
Ratusan anggota polisi yang berunjuk rasa ini, kebanyakan dari anggota Reskrim, yakni anak buah Kasat Reskrim Polres Pamekasan AKP Moh Nur Amin.
Saat unjuk rasa berlangsung, Nur Amin telah berupaya mencegah aksi anak buahnya itu, namun tidak diindahkan. Mereka bahkan semakin bringas, hingga akhirnya menyita rumah dinas tiga perwira Polres Pamekasan yang selama ini sering marah, yakni rumah dinas Wakapolres Kompol Hartono, Kabag Ops Kompol Slamet Readi dan Kabag Sumda Sugeng Santoso.
Bahkan ruang kerja Kasat Reskrim AKP Moh Nur Amin yang sebelumnya berupaya menghalangi unjuk rasa ratusan anggota Polres Pamekasan juga disegel dengan menggunakan garis polisi.
Unjuk rasa ratusan anggota Polres Pamekasan ini secara otomatis membuat layanan publik lumpuh total, karena selain berunjuk rasa abdi negara yang merupakan pelayan dan pelindung rakyat ini juga mogok kerja.
Hari itu, tidak terlihat adanya sejumlah anggota polisi yang bertugas di Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK), karena pintu gerbang menuju halaman Mapolres Pamekasan ditutup. Demikian juga di sejumlah tempat-tempat umum yang biasa dijaga anggota polisi, seperti di anjungan tunai mandiri (ATM) dan disejumlah toko emas juga tidak terlihat adanya anggota polisi yang berjaga-jaga.
Sering Dimarahi
Unjuk rasa yang digelar ratusan anggota Polres Pamekasan ini, karena mereka sering dimarahi oleh pimpinannya, yakni Wakapolres, Kabag Ops dan Kabag Sumda Polres Pamekasan.
Desakan meminta ketiga pimpinan Polres Pamekasan untuk mundur dari jabatannya dan dipindah dari Pamekasan, karena ketiganya dinilai tidak layak menjadi pimpinan di Pamekasan, karena sering marah dan menyampaikan kata-kata yang dinilai tidak pantas disampaikan oleh pimpinan, yakni mencaci maki, bukan memberi semangat.
“Apakah pantas kalau setiap apel bilang anjing, ya namanya manusia pasti tersinggung lah,” kata seorang anggota polisi asal Mapolsek Kota Pamekasan, sambil mewanti-wanti agar namanya tidak disebutkan.
Selain itu, yang membuat mereka sangat geram hingga akhirnya bersepakat untuk berunjuk rasa, karena pimpinannya memarahi mereka di tempat terbuka yakni di area Monumen Arek Lancor, Pamekasan.
Terlebih, Kabag Sumda pernah menyampaikan pernyataan, bahwa anggota yang tidak berhasil melakukan pengungkapan akan dipindah ke tempat yang jauh.
Wakapolres Kompol Hartono beralasan, dirinya sering memarahi anggotanya, karena lemahnya pengungkapan yang dilakukan selama ini atas kasus tindak pidana kriminal yang terjadi di Pamekasan.
Ia mengakui, memang sebelumnya pernah mengumpulkan secara khusus semua anggota Reskrim Polres di Monumen Arek Lancor, terkait banyaknya kasus pencurian kendaraan bermotor, akan tetapi pengungkapan oleh satuan itu lemah.
“Saya memang tegas mempertanyakan kinerja mereka. Jadi bedakan antara tegas dengan marah dan caci maki,” terang Wakapolres.
Dalam kurun waktu dua bulan, jumlah kasus tindak pidana kriminal yang terjadi di Pamekasan sebanyak 58 kasus, namun dari jumlah itu hanya tiga kasus yang berhasil diungkap Satuan Reskrim, dan itupun kasus kecil, seperti kasus pencurian helm. Sedangkan kasus pencurian sepeda motor, tidak pernah diungkap.
Unjuk rasa anggota polisi di Mapolres Pamekasan ini, mendapatkan perhatian serius Polda Jatim. Apalagi saat unjuk rasa berlangsung Kapolres Pamekasan AKBP Nanang Chadarusman tidak berada di Pamekasan, karena sedang menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci Mekkah.
Sabtu (4/10) sore, Wakpolda Brigjen Pol Suprojo Wirjo Sumarjo di Pamekasan tiba di Pamekasan dan langsung melakukan pertemuan tertutub dengan ratusan anggota polisi yang berunjuk rasa kala itu. Saat Wakapolda datang, segal tiga rumah dinas perwira Polres Pamekasan itu langsung dibuka oleh anggota polres yang berunjuk rasa.
“Masalah unjuk rasa yang dilakukan anggota Polres Pamekasan ini sebenarnya hanya salah paham saja dan kami menyerahkan masalah ini ke Provos Polda Jatim,” kata Wakapolda Jatim Brigjen Pol Suprojo Wirjo Sumarjo di Pamekasan, Sabtu.
Wakapolda mengemukakan hal ini, seusai melakukan pertemuan tertutup dengan semua anggota Polres Pamekasan yang berunjuk rasa dan melakukan mogok kerja itu.
Ia mengatakan, pihaknya telah meminta semua anggota Polres Pamekasan untuk tidak mengulangi perbuatannya itu, karena aksi yang mereka gelar memiliki dampak langsung kepada masyarakat dan pelayanan publik di Pamekasan.
Sebab, katanya, jika polisi mogok kerja, maka secara otomatis, berbagai jenis tugas yang berkaitan dengan pelayanan publik dan keamanan juga akan terganggu.
Kecam Unjuk Rasa
Unjuk rasa ratusan anggota Polres Pamekasan ini, menuai kecamatan dari berbagai pihak, baik kalangan pimpinan polisi, maupun dari berbagai pihak.
Kapolri Jenderal Pol Sutarman bahkan menegaskan bahwa polisi dilarang berunjuk rasa, karena polisi itu merupakan penegak hukum, sehingga dia harus menegakkan hukum. Oleh karenanya, anggota yang berunjuk rasa itu harus diproses dan yang bersalah akan diberi sanksi tegas.
Ketua DPRD Pamekasan Halili mengharapkan unjuk rasa yang dilakukan anggota polisi sebagaimana yang terjadi di Mapolres Pamekasan, tidak akan terulang lagi. “Sebab jika terus menerus terjadi, maka akan sangat berpengaruh kepada kondisi keamanan di Kabupaten Pamekasan ini, serta upaya menciptakan rasa aman di kalangan masyarakat,” kata Halili.
Polisi, kata dia, merupakan abdi negara yang bertugas memberikan pengayoman dan perlindungan, serta rasa aman di kalangan masyarakat.
Jika petugasnya saja sudah bermasalah, seperti berunjuk rasa, maka tidak akan mungkin keamanan akan tercipta di kalangan masyarakat.
Kepolisian, katanya, sebenarnya institusi yang jauh berbeda dengan institusi lain di negeri ini, karena sistemnya komando. Jika institusi yang menerapkan sistem komando ini saja berunjuk rasa, memprotes instruksi pimpinannya, maka kemungkinan sudah terjadi persoalan yang luar biasa atau menyimpang dari ketentuan yang diberlakukan di institusi itu.
“Namun terlepas dari persoalan internal yang ada, kami tentu berharap agar unjuk rasa di Mapolres Pamekasan ini tidak terulang lagi,” katanya.
Kecamatan atas unjuk rasa anggota polisi di Mapolres Pamekasan ini juga sempat dikemukakan oleh Purnawirawan Polri Hariyanto Waluyo.
Tokoh masyarakat asal Kecamatan Pasean, Pamekasan, yang akrab disapa Yanto menyatakan, pimpinan Polri tidak menanggapi unjuk rasa anggota Polres Pamekasan tersebut, karena sudah jelas tidak wajar dan menyalahi prinsip dasar institusi komando.
“Pimpinan marah kepada anah buah di institusi yang menerapkan sistem komando, baik TNI maupun Polri merupakan hal yang wajar,” kata pria yang pernah menjadi anggota DPRD dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Pamekasan ini.
Jika unjuk rasa tersebut ditanggapi oleh pimpinan Polri dengan melakukan mutasi terhadap perwira di Polres Pamekasan, maka menurut dia, bisa dipastikan seluruh anggota polisi akan melakukan unjuk rasa apabila pimpinannya tidak sesuai dengan keinginan anak buahnya.
Yanto juga mengkhawatirkan fenomena itu akan merembet pada TNI, baik TNI AD, AU maupun AL, sehingga dirinya memandang institusi meliter tersebut perlu melakukan upaya antisipasi. “Sebagai pengayom dan pelindung masyarakat, tidak selayaknya polisi melakukan unjuk rasa seperti yang dilakukan anggota Polres Pamekasan itu,” katanya.
Apalagi, kemarahan pimpinannya dalam rangka kebenaran, yakni anggota jarang melakukan pengungkapan kasus. Sebagai pengayom dan pelindung masyarakat, sambung dia, wajar apabila pemimpin merasa bertanggung jawab atas persoalan tersebut.
“Saya ini orang Pamekasan dan tahu persis seperti apa maraknya kasus pencurian sepeda motor di Pamekasan itu. Makanya wajar jika pimpinannya marah, karena pengungkapan sangat minim,” katanya.
Mantan Kepala Desa Batukerbuy, Kecamatan Pasean, ini lebih lanjut menjelaskan, jika tuntutan polisi yang berunjuk rasa itu diakomodir, tidak menutup kemungkinan kejadian ini akan ditiru anggota polisi lain ketika tidak cocok dengan pimpinan.
“Bahkan Kapolri, kapolda dan kapolres bisa diunjuk rasa supaya dimutasi ketika tidak cocok dengan bawahannya,” katanya.
Disamping itu, sambung dia, perilaku yang dipertontonkan kepada masyarakat saat berunjuk rasa itu menyimpang dari nilai-nilai moral, karena dilakukan dengan cara anarkis.
“Kalau menjaga unjuk rasa adik-adik mahasiswa supaya tidak anarkis, tapi ketika polisi berunjuk rasa justru anarkis. Apa bukan anarkis jika menyegel tempat kerja dan rumah dinas perwira,” paparnya.
Oleh karenanya, ia meminta agar kasus yang terjadi di Polres Pamekasan segera diusut tuntas, sehingga aktor intelektual di balik aksi itu segera diketahui. Sehingga, jika terjadi sebuah persoalan di internal polisi tidak lantas berunjuk rasa, melainkan sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan di internal kepolisian.
“Saya sebagai mantan polisi merasa malu. Kok ada polisi sampai berunuk rasa seperti itu? Memang sekarang ini zaman kebebasan, tapi bukan untuk polisi. Kasus seperti ini sangat fatal,” katanya.
Akademisi dari Universitas Madura (Unira) Pamekasan Abu Bakar Basyarahil menilai, unjuk rasa yang dilakukan anggota Polres Pamekasan, Jawa Timur, terhadap pimpinannya merupakan fenomena baru dan menunjukkan bahwa sistem komando di internal polisi lemah.
“Saya juga kaget dengan kejadian itu, apalagi aksi yang mereka lakukan tidak hanya sekadar berunjuk rasa, tapi juga menyegel rumah dinas pimpinannya yang selama ini tidak pernah terjadi di lembaga yang menerapkan sistem komando ini,” katanya.
Dosen ilmu politik yang juga Dekan Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Unira Pamekasan ini menyatakan, ada dua kemungkinan yang menyebabkan terjadinya perubahan mendasar khususnya terkait unjuk rasa yang di Mapolres Pamekasan.
Pertama, kuatnya gesekan sipil terhadap Polres Pamekasan, sehingga cara pandang dan pola sikap berpengaruh terhadap anggota polisi yang ada di lembaga itu dan hal ini menyebabkan terjadinya proses yang ia sebut dengan “sipilisasi”.
Sehingga gesekan sipil yang kuat itu lambat laun mengurangi pada sistem yang telah tertata mapan di institusi polres.
Akibat dari kuatnya gesakan sipil tersebut, menurut Abu Bakar, akan terjadi hal kedua, yakni lemahnya sistem komando yang selama ini telah terbangun, sehingga protes atas kebijakan yang dinilai tidak searah, menjadi sesuatu yang niscaya dilakukan.
Sejak Polri terpisah dari TNI, katanya, institusi ini memang lebih membuka diri dalam membangun komunikasi dengan masyarakat, sehingga wajar apabila sedikit banyak akan terpengaruh pada sipil dan diakui atau tidak, pola kepemimpinan juga terlihat sedikit berbeda.
“Kapolri bisa tetap bersikukuh pada identitas lama, tapi kuatnya gesekan sipil dan lemahnya sistem komando juga harus dipertimbangkan,” kata Abu Bakar.
Mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini lebih lanjut menjelaskan, unjuk rasa anggota polisi di Pamekasan ini memang tidak mencerminkan sikap perilaku semua anggota Polri di Indonesia. Namun dua hal itu setidaknya juga terjadi di berbagai institusi Polri lain di Indonesia. Pada institusi TNI, dua hal ini masih terjaga dengan baik.
“Jadi isolasi kelembagaannya masih tertata dengan baik dan sistem komando masih sangat dominan, meski akhir-akhir TNI juga berupaya untuk berbaur dengan sipil,” katanya.
Sementara akibat unjuk rasa itu, sebanyak 115 anggota polisi di lingkungan Polres Pamekasan, kini terpaksa menjalani proses pemeriksaan oleh Provos Polda Jatim. (Antara Jatim)