Pamekasan merupakan satu-satunya kabupaten di Pulau Garam, Madura yang telah mendeklarasikan diri sebagai kabupaten pendidikan. Tonggak sejarah penetapan sebagai kabupaten pendidikan ini secara terbuka dideklarasikan pada 24 Desember 2010 oleh Menteri Pendidikan Nasional kala itu, Prof Dr M Nuh di Lapangan Waru, Pamekasan.
Sejak saat itu, secara formal, Pamekasan resmi sebagai kabupaten pendidikan. Ada dua hal yang menjadi pertimbangan mantan Rektor ITS Surabaya ini, bersedia mendeklarasikan Pamekasan sebagai kabupaten pendidikan, yakni alokasi anggaran yang disediakan pemerintah daerah di bidang pendidikan, dan prestasi yang diraih peserta didik asal Kabupaten Pamekasan.
Dari sisi anggaran, alokasi dana yang disediakan untuk bidang pendidikan telah memenuhi batas minimal persentase anggaran sebagaimana telah ditetapkan pemerintah pusat, yakni 20 persen dari total anggaran daerah. Di bidang prestasi, Kabupaten Pamekasan tercatat sebagai kabupaten yang pernah mengharumkan nama Indonesia di dunia internasional, karena dua orang siswa asal sekolah Pamekasan mampu menjadi juara dalam lomba fisika internasional.
Siswa asal Pamekasan yang telah mengharumkan nama bangsa Indonesia karena berprestasi dalam bidang lomba mata pelajaran sain ditingkat internasional itu, Andy Oktavian Latief Peraih Medali Emas IPhO di Singapura tahun 2006 dan M Sahibul Maromi peraih medali emas IPhO di Kroasia tahun 2010.
Meski bukan barometer mutlak untuk menyandang status sebagai Kabupaten Pendidikan, namun, bagi M Nur, itu merupakan poin tersediri, ditambah lagi alokasi anggaran yang disediakan memang telah sesuai dengan ketentuan, bahkan melebihi alokasi anggaran yang ditetapkan pusat, sebab jauh sebelum Bupati Kholilurrahman menjabat sebagai Bupati Pamekasan kala itu, alokasi anggaran dibidang pendidikan di Kabupaten Pamekasan sudah mencapai 30 persen lebih.
Dengan demikian, hakikatnya, pencanangan sebagai kabupaten pendidikan di Pulau Madura, bukan saat deklarasi itu digelar.
Pemikiran mendasar yang menjadi kebijakan daerah, karena pendidikan merupakan segalanya, dan negara-negara maju seperti Amerika, Jepang dan China, bukan karena mereka memiliki potensi sumber daya alam yang kaya, akan tetapi karena masyarakatnya sudah terdidik.
Realitas Pendidikan
Keinginan pemangku kebijakan di kabupaten yang dikenal dengan sebutan Gerbang Salam ini, sebenarnya merupakan bentuk komitmen kuat, sekaligus keprihatinan atas realitas pendidikan yang ada selama ini.
Sebab, meski Pamekasan sebagai kabupaten pendidikan, faktanya hingga kini persoalan yang terkait dengan pendidikan, dan kegiatan belajar mengajar masih menjadi persoalan yang belum terselesaikan, bahkan masih membutuhkan perhatian lebih serius.
Masalah mendasar yang perlu diperhatiakan itu, antara lain, ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan, pemerataan guru dan pemerataan kualitas pendidikan.
Data yang dirilis Dinas Pendidikan Pamekasan pada Oktober 2011 menyebutkan, sebanyak 312 dari total 468 lembaga pendidikan tingkat sekolah dasar yang tersebar di 13 kecamatan, bangunannya rusak. Kerusakan terbanyak berada di Kecamatan Pegantenan sebanyak 46 unit dan Kecamatan Batumarmar sebanyak 35 unit dengan tingkat kerusakan bervariatif, mulai dari rusak ringan, sedang hingga rusak parah.
Terbanyak kedua, di Kecamatan Tlanakan dan Kecamatan Pasean, masing-masing berjumlah sebanyak 30 unit. Sedang terbanyak ketika adalah di wilayah Kecamatan Larangan, yakni 29 unit SD.
Selanjutnya, di Kecamatan Palengaan sebanyak 25 unit, Proppo 20 unit, Waru 20 unit, Galis 17 unit, Pakong 17 unit dan Pamekasan sebanyak 18 unit. Sementara, wilayah kecamatan yang tergolong paling sedikit kerusakan sekolahnya ialah Kecamatan Kadur, yakni hanya berjumlah sebanyak 12 lembaga pendidikan.
Jumlah kerusakan ini, baru pada tingkat sekolah dasar saja, belum termasuk SLTP dan dan SLTA di Pamekasan yang jumlahnya juga tidak sedikit.
Selain gedung, persoalan lain yang juga sangat pelik, bahkan hingga menimbulkan konflik sosial, dan pada akhirnya berujung pada penutupan sekolah adalah tanah yang ditempati sekolah.
Data Disdik Pamekasan pada awal tahun 2011 menyebutkan, tanah yang di tempati sekolah namun masih atas nama milik pribadi warga, mencapai 50 persen dari total jumlah SD sebanyak 468 yang ada di Pamekasan.
Persoalan sarana dan prasara pendidikan di Pamekasan ini, bukan satu-satunya, akan tetapi masih ada persoalan lain, yakni masalah
pemerataan guru.
Pada tahun 2013, Dinas Pendidikan Pamekasan mendata, kekurangan sebanyak 814 guru mulai dari tingkat SD hingga SMA. Perinciannya meliputi, merinci, guru kelas untuk tingkat SD sebanyak 517 orang, guru Penjaskes sebanyak 36 orang dan guru pendidikan agama sebanyak 45 orang guru.
Kekurangan guru untuk tingkat SMPN sebanyak 101 orang, guru SMA sebanyak 38 orang guru dan SMKN sebanyak 115 orang guru.
Jumlah kekurangan guru di Kabupaten Pamekasan ini, tentu tidak sedikit, apalagi dalam dunia pendidikan, guru merupakan unsur akan keberlangsungan kegiatan belajar mengajar.
Selain masalah kekurangan guru, pemerataan guru antarkota dan desa juga belum memadai. Di beberapa sekolah di pelosok desa, masih banyak yang kekurangan guru, sehingga pihak sekolah terpaksa mengangkat guru sukarelawan.
Kompleksitas persoalan pendidikan inilah yang menjadi pekerjaan rumah Pemkab Pamekasan. Namun Bupati Achmad Syafii menganggap, justru karena kondisi yang serta terbatas itulah, maka pihaknya berkomitmen untuk menjadi pendidikan sebagai perioritas pembangunan.
Memperluas Komitmen
Komitmen untuk menjadikan pendidikan sebagai perioritas pembangunan tentunya tidak bisa apabila hanya terfokus pada sekolah, guru, dan prasara pendidikan.
Sebab, di kota yang berpenduduk 800 ribu orang lebih ini, masalah pendidikan merupakan masalah yang sangat pelit. Ini terbukti dengan banyaknya warga Pamekasan yang masih buta huruf yang jumlahnya mencapai 27.365 orang.
Jumlah ini, memang berkurang dibanding sebelumnya yang mencapai 33.326 orang pada 2014, tersebar di 13 kecamatan di wilayah itu. Sebelumnya, pada 2013 jumlah warga buta huruf di Pamekasan tercatat 39.135 orang.
Kepala Dinas Pendidikan Moh Yusuf Suhartono menyatakan, pengurangan jumlah warga buta huruf di bumi Gerbang Salam ini, memang tidak lepas dari peran aktif semua pihak, baik pemerintah, elemen organisasi masyarakat, LSM dan lembaga pendidikan informal, seperti pondok pesantren.
Disamping itu, dukungan alokasi anggaran dalam APBD juga cukup memadai. Pada 2013 Disdik Pamekasan mendapat alokasi dana untuk melaksanakan program pemberantasan buta huruf yakni program “Keaksaraan Fungsional (KF)” dari Pemprov Jatim dan pemerintah pusat bagi 5.810 warga belajar. Pada 2014 Disdik Pamekasan kembali mendapat dana untuk program KF dengan warga belajar sebanyak 5.960 orang.
Pada 2014 program KF dijalankan oleh organisasi kemasyarakatan yang jumlahnya mencapai 41 lembaga. Masing-masing organisasi menggarap sebanyak 10 kelompok belajar dengan anggaran Rp3,6 juta per kelompok, sedangkan keaksaraan usaha mandiri (KUM), yakni program KF lanjutan mendapatkan dana program Rp4,6 juta.
Para praktisi, pemerhati dan pengamat pendidikan di Pamekasan meyakini, dengan upaya perluasan komitmen itu dalam pemerataan pembangunan pendidikan yang tidak hanya terfokus pada pendidikan formal itu, maka cita ideal untuk menjadi Pamekasan sebagai kabupaten yang benar-benar terdidik akan segera terwujud.(*)
*Tulisan ini disampaikan untuk memenuhi permintaan LAPMI HMI Pamekasan terkait pendidikan.