Pemberitaan tentang laga lanjutan liga 1 Indonesia antara Madura United FC melawan Sriwijjaya FC di media Sriwijaya Post cenderung provokatif, sehingga berpotensi memancing emosi suporter, offial dan pemain klub sepak bola itu.
Sriwijaya Post seperti dilansir http://palembang.tribunnews.com, menulis berita berjudul “Ini Sesumber Bos Madura United yang Bikin Panas Telinga Penggawa Sriwijaya FC”.
Berita ini diterbitkan pada Kamis, sekitar pukul 21 September 2017 05:32, oleh reporter Hendra Kusuma yang sekaligus sebagai sebagai editor pada berita itu. Hendra Kusuma memulai dengan menulis “lead” berita “Sesumbar bos Madura United, bikin panas telinga fans dan para penggawa Sriwijaya FC, jelang pertandingan lanjutan Liga I Indonesia lawan skuat berjuluk Laskar Sape Kerrab, di Pamekasan, Jumat (22/9)”.
Pada alinea kedua, reporter Hendra Kusuma melanjutkan beritanya dengan kalimat “Pernyataannya di sampaikan pemilik Madura United Achsanul Qosasi, usai keberhasilan mengalahkan PS TNI dua hari lalu di Stadion Pakansari Bogor kemarin”
Berikut berita utuh media Sriwijaya Post tentang Madura United berjudul “Ini Sesumber Bos Madura United yang Bikin Panas Telinga Penggawa Sriwijaya FC”:
“Ini Sesumber Bos Madura United yang Bikin Panas Telinga Penggawa Sriwijaya FC
Kamis, 21 September 2017 05:32
SRIPOKU.COM, PALEMBANG-Sesumbar bos Madura United, bikin panas telinga fans dan para penggawa Sriwijaya FC, jelang pertandingan lanjutan Liga I Indonesia lawan skuat berjuluk Laskar Sape Kerrab, di Pamekasan, Jumat (22/9).
Pernyataannya di sampaikan pemilik Madura United Achsanul Qosasi, usai keberhasilan mengalahkan PS TNI dua hari lalu di Stadion Pakansari Bogor kemarin.
Ia optimis Fahruddin Aryanto dkk membuat akan meraih hasil memuaskan saat menjamu Sriwijaya FC di Stadion Gelora Ratu Pamelingan, Pamekasan, Jumat (22/9) malam WIB.
Seperti diketahui, Madura United mampu menaklukkan PS TNI dengan skor 3-2 dengan sepuluh pemain menyusul kartu merah yang diterima Guntur Ariyadi.
Achsanul berharap pemain melanjutkan tren positif ini saat bermain di kandang.
“Saya ucapkan terima kasih atas kemenangan melawan PS TNI] Saya minta kepada kalian untuk fokus melawan Sriwijaya.”
Sriwijaya sangat bisa kalian kalahkan di kandang,” ujar AQ, sapaan Achsanul kepada pemain seperti dilansir Madura United TV.
“Saya minta kepada kalian untuk ngotot saja melawan Sriwijaya FC, terus (menyerang) tidak ada berhenti.”
“Gol pasti dikasih oleh Tuhan. Tapi kalau kalian tidak ngotot, tidak ada peluang, jangan berharap gol itu akan ada,” katanya.
Sementara itu, pelatih Gomes de Oliviera menyiasati kebugaran pemain, mengingat jarak waktu pertandingan cukup mepet.
Gomes pun tidak memberikan kesempatan pemain libur demi mendapatkan tiga poin di hadapan pendukung sendiri.
“Kami tidak punya waktu bersantai. Harus fokus menghadapi pertandingan melawan Sriwijaya FC, apalagi berstatus sebagai tuan rumah.”
“Waktu yang sangat mepet antarpertandingan harus dimanfaatkan dengan baik,” kata Gomes”.
Jika diperhatikan secara saksama, mulai dari paragrap pertama hingga paragrap ketiga belas, tidak konten berita yang berisi sesumbar Presiden Klub Madura United FC Achsanul Qosasi.
Pada kutipan langsung yang disampaikan Achsanul Qosasi sebagaimana pada paragrap 5, 7 dan 8, semuanya hanya berisi pernyataan atas keinginan presiden klub kepada pemain, yakni Madura United, agar fokus menghadapi klub Sriwijaya FC setelah berhasil memenangkan pertandingan melawan PS TNI.
Achsanul juga meminta pemain agar bermain “ngotot” yakni menyerang terus menerus, karena menurut keyakinan dia, dengan cara menyerang terus menerus itu, peluang untuk mencetak gol berpotensi bisa tercipta.
Dalam tubuh berita ini, penulis atau reporter tidak menyajikan sama sekali pernyataan “Penggawa Sriwijaya FC” yang merasa panas dengan pernyataan Achsanul, sebagaimana menjadi fokus pemberitaan di Sriwijaya Post yang juga dilansir tribunnews.com tersebut.
Prinsip Jurnalistik
Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2001), dalam bukunya The Elements of Journalism, What Newspeople Should Know and the Public Should Expect (New York: Crown Publishers), merumuskan prinsip-prinsip jurnalisme dalam sembilan elemen. Kesembilan elemen tersebut adalah:
- Kewajiban pertama jurnalisme adalah pada kebenaran
- Loyalitas pertama jurnalisme adalah kepada warga (citizens)
- Esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi
- Jurnalis harus tetap independen dari pihak yang mereka liput
- Jurnalis harus melayani sebagai pemantau independen terhadap kekuasaan
- Jurnalisme harus menyediakan forum bagi kritik maupun komentar dari publik
- Jurnalisme harus berupaya membuat hal yang penting itu menarik dan relevan
- Jurnalis harus menjaga agar beritanya komprehensif dan proporsional
- Jurnalis memiliki kewajiban untuk mengikuti suara nurani mereka
Jika dikaji dari sembilan prinsip jurnalisme ini, maka sebenarnya berita berjudul “Ini Sesumber Bos Madura United yang Bikin Panas Telinga Penggawa Sriwijaya FC” rasanya kurang tepat, bahwa terindikasi melabrak prinsip-prinsip jurnalistik dalam teori Bill Kovach dan Tom Rosenstiel itu.
Kewajiban para jurnalis adalah menyampaikan kebenaran, sehingga masyarakat bisa memperoleh informasi yang mereka butuhkan secara faktual dengan didukung oleh fakta kebenaran material. Sebab, bentuk kebenaran jurnalistik yang ingin dicapai bukan hanya sekadar akurasi, namun merupakan bentuk kebenaran yang praktis dan fungsional.
Ketidak mampuan reporter Hendra Kusuma dalam menyajikan fakta tektual dalam tubuh berita yang menjadi judul bahwa Presiden Klub Madura United FC Achsanul Qosasi melakukan “sesumbar” yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti bercakap besar; menyombong; menantang, seolah menunjukkan, bahwa berita tidak mengandung konten kebenaran faktual.
Pengabaian pada elemen pertama dalam teori Bill Kovach dan Tom Rosenstiel ini, jelas berimplikasi pada pelanggaran pada elemen kedua, yang mengharuskan bahwa loyalitas jurnalis pada warga.
Sebab, pada berita berjudul “Ini Sesumber Bos Madura United yang Bikin Panas Telinga Penggawa Sriwijaya FC” jelas kurang memperhatikan kepentingan publik, akan tetapi lebih condong pada keberpihakan, yang berpotensi menciptakan suasana yang menaikkan emosi dengan menyebut Achsanul Qosasi melakukan sesumbar disatu sisi, dan mengangkat bola liar bertema “Teliga Penggawa Sriwijaya FC Panas di sisi lain.
Jika kedua elemen tidak bisa disajikan dengan baik, maka elemen ketiga yang menyebutkan bahwa esensi jurnalisme adalah disiplin verifikasi, tentu tidak dilakukan dengan benar pula. Sebab pada judul yang tidak disertai kebenaran material berita secara faktual, maka unsur propaganda, dengan merekayasa fakta yang berpotensi memacing emosi kelompok atau golongan, merupakan dampak yang niscaya.
Reporter Hendra Kusuma yang juga tertulis sebagai editor dalam berita tersebut, seolah mengabaikan prinsip-prinsip intelektual dalam ilmu peliputan, yakni 1) Tidak menambah-nambahkan sesuatu yang tidak ada; 2) Tidak mengecoh audiens; 3) Bersikaplah transparan sedapat mungkin tentang motif dan metode Anda; 4) Lebih mengandalkan pada liputan orisinal yang dilakukan sendiri; 5) Bersikap rendah hati, tidak menganggap diri paling tahu.
Prinsip indepensi sebagaimana harus menjadi elemen, jelas nampak terbaikan, ketika hanya menyoroti dari sisi Madura United tanpa mengkomparasi atau menyediakan ruang pemberitaan yang sama dari pihak Sriwijaya FC, apalagi di batang tubuh berita tersebut, tidak ada kalimat atau petikan pernyataan langsung sama sekali dari pihak Madura United yang mengarah kepada tindak melakukan “sesumbar”.
Memang, para prinsip umumnya, indepen bukan berarti tidak memihak, akan tetapi yang dimaksud disini adalah independensi etis, yakni sikap berdiri diatas dua kepentingan yang tetap menyajikan fakta akurat dan tidak mendramatisasi sebuah berita, yang juga menjadi perhatian elemen kelima Bill Kovach dan Tom Rosenstiel.
Dengan hanya menyoroti satu kelompok dari dua kelompok berbeda, maka berita berjudul “Ini Sesumber Bos Madura United yang Bikin Panas Telinga Penggawa Sriwijaya FC” jelas menurut forum dan ruang berbikir komperatif, bahkan mendorong warga, yakni pembaca, baik masyarakat umum, maupun dari pihak Madura United atau Sriwijaya FC untuk membuat penilaian yang tidak baik.
Yang jelas, prinsi bahwa jurnalisme harus berupaya membuat hal yang penting itu menarik dan relevan dan menjaga agar beritanya komprehensif dan proporsional sebagaimana elemen ketujuh dan delapan juga terabaikan. Disinilah, sang jurnalis terkesan menuruti emosi dirinya, dan tidak seolah tidak memiliki kewajiban untuk mengikuti suara nurani, seperti kata Bill Kovach dan Tom Rosenstiel pada elemen kesembilan. (*)